Skip to main content

    [Puisi] Malu Aku Jadi Orang Indonesia - Taufiq Ismail

    Puisi malu aku jadi orang Indonesia adalah puisi karya Taufiq Ismail, Seorang penyair dan sastrawan senior Indonesia yang karyanya sering dijadikan referensi dan contoh puisi bagi para pemuisi.

    Nah bagaimana cerita puisi indonesia atau kisah tentang negara indonesia dalam bait puisi tentang indonesia dengan judul puisi malu aku jadi orang Indonesia.

    Untuk lebih jelasnya makna puisi malu aku jadi orang indonesia dan kisah cerita tentang puisi malu aku jadi orang Indonesia disimak saja puisinya berikut ini.

    Malu (Aku) Jadi Orang IndonesiaKarya: Taufiq Ismail

    /I/
    Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
    Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
    Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
    Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia

    Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
    Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
    Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
    Whitefish Bay kampung asalnya
    Kagum dia pada revolusi Indonesia

    Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
    Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
    Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
    Dadaku busung jadi anak Indonesia

    Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
    Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
    Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
    Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
    Mengapa sering benar aku merunduk kini

    /II/
    Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
    Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
    Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
    Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
    Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
    Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
    Dan kubenamkan topi baret di kepala
    Malu aku jadi orang Indonesia.

    /III/
    Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
    satu,

    Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
    curang susah dicari tandingan,

    Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
    dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara
    hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,

    Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,
    senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
    peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk
    kantung jas safari,

    Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
    anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
    menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar
    orangtua mereka bersenang hati,

    Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-
    sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-
    besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,

    Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
    sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak
    putus dilarang-larang,

    Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
    belanja modal raksasa,

    Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
    ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang
    saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan
    pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan
    diinjak dan dilunyah lumat-lumat,

    Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak
    rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya
    dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek
    Jakarta secara resmi,

    Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima
    belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,

    Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
    fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

    Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror
    penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil
    bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor
    pertandingan yang disetujui bersama,

    Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala
    Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala
    Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,
    India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah
    Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,

    Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat
    terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur
    Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula
    pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta
    terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,
    dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
    saksi terang-terangan,

    Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
    kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di
    tumpukan jerami selepas menuai padi.

    /IV/
    Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
    Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
    Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
    Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
    Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
    Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
    Dan kubenamkan topi baret di kepala
    Malu aku jadi orang Indonesia.

    1998

    Rekomendasi Puisi Untuk Anda:

    Buka Komentar