Skip to main content

    Puisi Tentang Nabi Musa

    Puisi tentang Nabi Musa. Nabi Musa adalah rasul ulul azmi dia termasuk dalam salah satu dari empat Nabi yang dikaruniai kitab, yaitu kitab Taurat.

    Nabi Musa diperintah Allah SWT untuk menyelamatkan kaumnya dari kekafiran, dan juga diutus untuk menyadarkan penguasa Mesir saat itu, yaitu Raja Firaun yang menganggap dirinya sebagai tuhan.

    Salah satu mukjizat dari Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Musa ialah kemampuannya membelah lautan Sehingga dengan mukjizat Nabi Musa ini beliau dan para pengikutnya dapat menghindari kejaran pasukan Firaun.

    Berikut ini adalah kisah nabi musa dalam bentuk cerita puisi tentang Nabi Musa, jika ingin menulis puisi Nabi Musa cerita singkat Nabi Musa dalam bentuk puisi ini bisa jadi referensi.

    BENTUK GAJAH

    Disebutnya nama Nabi Musa,
    sudah menjadi sebuah rangkaian
    yang membelenggu pemikiran para pembacaku,
    mereka berpikir ini merupakan cerita-cerita yang terjadi dahulu kala.
    Disebutkannya Nabi Musa hanya bertindak sebagai topeng,
    tetapi cahaya Nabi Musa adalah persoalan terkini,
    wahai sahabatku.

    Nabi Musa dan Fir'aun itu di dalam dirimu:
    engkau mesti mencari pihak-pihak yang bertentangan ini
    di dalam dirimu-sendiri.

    Penjanaan Nabi Musa akan terus berlaku
    hingga Hari Kiamat: Cahaya itu tidak berlainan,
    walaupun pelitanya berlain-lainan.
    Lampu tanah ini berlainan dengan sumbu itu,
    tetapi cahaya mereka tidak berbeda:
    ia dari Alam Sana.

    Jika engkau terus melihat kaca lampu,
    engkau akan dikelirukan,
    karena dari kaca muncullah pelbagai keragaman.
    Tapi jika pandanganmu kekal kepada Cahaya,
    engkau akan dibebaskan dari keragaman
    dan bermacam-macamnya bentuk yang terbatas.

    Dari tempat yang menjadi objek pandangan,
    wahai engkau yang adalah hakikat kehadiran,
    dari sanalah bangkit perbedaan antara seorang yang beriman sejati dengan seorang Zoroaster,
    dan dengan seorang Yahudi.

    Seekor gajah ditempatkan dalam sebuah bilik yang gelap:
    beberapa orang Hindu membawanya untuk dipamerkan.

    Banyak orang datang untuk melihat,
    semua masuk ke dalam kegelapan.

    Karena melihatnya dengan mata tidaklah mungkin,
    semua orang merabanya, di pusat kegelapan,
    dengan telapak tangan masing-masing.

    Orang yang tangannya meraba belalainya berkata,
    "Makhluk ini seperti sebuah saluran pipa air".

    Bagi orang yang tangannya menyentuh telinganya,
    dia tampak seperti sebuah kipas.

    Orang yang lain lagi, yang memegang kakinya,
    berkata, "Menurutku bentuk gajah itu seperti sebuah Pilar".

    Yang lainnya, mengusap belakangnya, berkata,
    "Sesungguhnya, gajah ini seperti sebuah singgahsana,"

    Demikianlah, ketika seseorang mendengar (gambaran mengenai sang gajah), dia memahami (hanya) sesuai dengan bagian yang disentuhnya saja.

    Berdasarkan (beragamnya) objek pandangan,
    berbeda-bedalah dakwaan mereka:
    satu orang mengatakannya bengkok seperti "dal",
    yang lain berkata lurus seperti "alif".

    Sekiranya tangan masing-masing orang memegang lilin,
    tiada perbedaan di dalam kata-kata mereka.

    Pandangan persepsi-pancaindera itu hanyalah seperti telapak tangan; tidaklah telapak tangan itu memiliki kemahiran untuk mencapai keseluruhan gajah.

    Mata bagi Lautan adalah suatu hal,
    manakala buih itu suatu hal yang lain lagi:
    tinggalkan buih dan lihatlah dengan mata bagi Lautan.

    Siang-malam, tiada hentinya pergerakan
    arus-buih dari Lautan: engkau memandang buih,
    tetapi tidak Lautnya.

    Kita bertumbukan satu sama lain,
    seperti perahu: mata kita gelap,
    sungguhpun kita terletak pada air yang jernih.

    Wahai Rabb, engkau yang telah tertidur di dalam perahu ragamu,
    engkau sudah melihat air,
    tetapi lihatlah kepada Air dari air itu.

    Air itu mempunyai Air yang menggerakannya:
    jiwa itu mempunyai Ruh yang memanggilnya.

    Di manakah Nabi Musa dan Nabi Isa
    ketika Sang Matahari memercikkan air
    kepada ladang biji ciptaan?

    Di manakah Nabi Adam dan Hawa,
    ketika Tuhan memasang tali kepada busur ini?
    Lisan ini juga kelu;
    lisan yang tidak kelu itu dari Sebelah Sana.

    Jika Dia bercakap dari sumber itu,
    kakimu akan menggeletar;
    tapi jika dia tidak membincangkan itu,
    sungguh malang nasibmu!

    Dan jika Dia bercakap dengan memakai ibarat,
    wahai anak-muda,
    engkau akan terhijab oleh bentuk-bentuk itu.

    Engkau terbenam ke bumi,
    seperti rumput kau angguk-anggukkan kepala
    mengikuti embusan angin;
    tanpa kepastian.

    Tetapi engkau tidak mempunyai kaki
    yang dapat membuatmu beranjak,
    atau cobalah menarik kakimu
    keluar dari lumpur itu.

    Bagaimana mungkin engkau menarik kaki kamu?
    Hidupmu itu dari lumpur tersebut:
    luar-biasa beratnya untuk kehidupan seperti milikmu
    untuk berjalan.

    Tapi ketika engkau menerima kehidupan dari Tuhan,
    wahai huruf-berirama,
    engkau menjadi mandiri dari lumpur ini,
    dan akan dibangkitkan.

    Apabila bayi yang semula menyusui disapih dari jururawat,
    dia menjadi pemakan serbuk dan beranjak darinya.
    Seperti benih, engkau terikat kepada susu dari bumi:

    Upayakanlah untuk menghentikan dirimu
    dengan mencari makanan untuk qalb-mu.

    Minumlah kata-kata Hikmah,
    karena ia adalah cahaya yang terhijab,
    wahai engkau,
    yang tidak mampu menerima Cahaya tanpa hijab.

    Hingga engkau menjadi mampu menerima Cahaya,
    wahai jiwa;
    sehingga engkau mampu menatap tanpa hijab
    kepada sesuatu yang (kini) tersembunyi.

    Dan jelajahilah langit seperti bintang; atau bahkan berkelanalah tanpa-batas, bebas dari langit mana pun.

    Engkaulah yang datang menjadi dari ketiadaan.
    Katakan, bagaimana caranya engkau menjadi?
    Engkau tiba tanpa menyadarinya.
    Bagaimanakah caranya engkau datang, tidaklah engkau ingat, tetapi akan kami lantunkan sebuah isyarat.

    Bebaskanlah nalarmu, dan perhatikan!
    Tutuplah telingamu, lalu dengarlah!
    Tidak, tak 'kan kuceritakan padamu, karena engkau masih mentah: engkau masih di musim semimu, belum lagi engkau sampai ke bulan Tamuz.

    Wahai makhluk mulia, alam dunia ini seperti sebatang pohon, kita seperti buah setengah-matang pada pohon itu.
    Buah setengah-matang melekat erat ke dahan, karena sepanjang mereka belum masak, tak lah mereka sesuai untuk istana.
    Ketika mereka sudah masak dan menjadi manis, sambil menggigit bibirnya,mereka sekadar melekat saja ke dahan.

    Apabila mulutnya sudah dibuat manis oleh kesentosaan, kerajaan alam dunia ini menjadi tawar untuk sang Lelaki.
    Memegang erat dan melekatnya jiwa seseorang begitu kuatnya merupakan tanda ketidak-matangan;
    di sepanjang engkau itu adalah embrio, pekerjaanmu adalah meminum-darah.

    Banyak perkara yang lain lagi,tetapi Ruh Al-Quds akan memberitahu kisah itu, tanpa aku.
    Tidak, walaupun engkauakan mengisahkannya ke telingamu sendiri, tanpa aku, ataupun yang selain dari Aku,
    wahai engkau yang seperti Aku.

    Seperti ketika engkau tertidur, engkau beranjak dari hadiratmu kepada hadirat dirimu-sendiri;

    Engkau mendengar dari dirimu-sendiri, dan menganggap bahwa seseorang sudah menceritakan kepadamu di dalam mimpi.

    Wahai sahabat, engkau bukan "engkau" yang tunggal;tidak, engkau adalah lelangit dan lautan yang dalam.
    "Engkau" -mu yang perkasa-sembilan-ratus kali lipat-adalah lautan dan tempat tenggelamnya seratus "engkau".
    Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan istilah jaga dan tidur?

    Diamlah, karena _ lah yang yang lebih tahu apa yang benar.
    Diamlah, supaya engkau dapat mendengar Yang Bersabda, apa-apa yang tidak akan terdapat dalam kenyataan atau dalam penjelasan.
    Diamlah, agar engkau dapat mendengar dari Matahari, apa-apa yang tidak disenaraikan dalam buku atau dalam pemberian.
    Diamlah, supaya jiwa yang berbicara bagimu; di dalam Bahtera Nuh tinggalkanlah berenang!

    Rumi, Matsnavi III 1251 - 1307
    Terjemahan ke Bahasa Inggeris oleh Nicholson

    Rekomendasi Puisi Untuk Anda:

    Buka Komentar